KetemuID --- Sebuah perdebatan klasik dalam hubungan romantis adalah mana yang lebih bermakna: tindakan nyata atau kata-kata manis? Stereotip yang beredar di masyarakat seringkali menggambarkan wanita sebagai pihak yang lebih mendambakan afeksi verbal dan pria sebagai makhluk yang lebih menunjukkan cinta melalui perbuatan. Namun, apakah pandangan ini sejalan dengan kompleksitas hubungan di dunia nyata? Artikel ini akan mengupas preferensi antara aksi dan kata-kata manis dalam hubungan, meninjaunya dari berbagai sudut pandang psikologis dan sosial.
Bahasa Cinta: Sebuah Kerangka untuk Memahami Preferensi
Konsep "Lima Bahasa Cinta" yang diperkenalkan oleh Dr. Gary Chapman memberikan sebuah kerangka yang berguna untuk memahami bagaimana individu yang berbeda—terlepas dari gendernya—memberi dan menerima cinta. Menurut Chapman, setiap orang memiliki bahasa cinta primer yang membuatnya merasa paling dicintai. Kelima bahasa cinta tersebut adalah:
Kata-kata Penegasan (Words of Affirmation): Pujian, apresiasi, dan ungkapan verbal kasih sayang.
Pelayanan (Acts of Service): Tindakan nyata yang membantu meringankan beban pasangan.
Menerima Hadiah (Receiving Gifts): Simbol visual dari cinta dan perhatian.
Waktu Berkualitas (Quality Time): Memberikan perhatian penuh tanpa gangguan.
Sentuhan Fisik (Physical Touch): Kontak fisik seperti berpegangan tangan, pelukan, dan lainnya.
Dari sudut pandang ini, preferensi terhadap "aksi manis" (yang bisa masuk dalam kategori Pelayanan atau Menerima Hadiah) versus "kata-kata manis" (Kata-kata Penegasan) lebih bersifat individual daripada didikte oleh gender. Seseorang, baik pria maupun wanita, yang bahasa cinta utamanya adalah Pelayanan akan lebih menghargai pasangan yang membantunya mengerjakan tugas rumah tangga daripada pasangan yang hanya mengucapkan "Aku cinta kamu" berulang kali.
Peran Gender dan Sosialisasi
Meskipun preferensi bersifat individual, tidak dapat dipungkiri bahwa sosialisasi gender turut membentuk cara kita mengekspresikan dan mengharapkan kasih sayang. Secara tradisional, pria seringkali didorong untuk menjadi "penyedia" dan "pelindung," peran yang menekankan pada tindakan nyata. Sebaliknya, wanita seringkali lebih didorong untuk menjadi komunikator emosional dalam hubungan, yang membuat mereka tampak lebih menghargai ekspresi verbal.
Penelitian dalam ilmu komunikasi juga menunjukkan adanya perbedaan gaya komunikasi antar gender secara umum. Wanita cenderung lebih sering menggunakan bahasa untuk membangun hubungan dan keintiman, sementara pria cenderung menggunakan bahasa untuk menyampaikan informasi atau menyelesaikan masalah. Perbedaan ini dapat menyebabkan kesalahpahaman, di mana seorang pria mungkin merasa telah menunjukkan cintanya dengan memperbaiki mobil pasangannya (aksi), sementara pasangannya merasa diabaikan karena kurangnya komunikasi verbal yang mesra (kata-kata).
Menemukan Keseimbangan yang Tepat
Pada akhirnya, hubungan yang sehat membutuhkan keseimbangan antara kata-kata dan tindakan. Kata-kata manis tanpa didukung oleh tindakan nyata akan terasa hampa dan tidak tulus. Sebaliknya, tindakan nyata tanpa adanya penegasan verbal bisa menimbulkan keraguan dan ketidakamanan emosional.
Studi-studi menunjukkan bahwa pasangan yang paling bahagia adalah mereka yang mampu memahami dan beradaptasi dengan bahasa cinta pasangannya, sambil tetap mengekspresikan cinta dengan cara yang otentik bagi diri mereka sendiri. Komunikasi yang terbuka menjadi kunci. Alih-alih berasumsi berdasarkan stereotip gender, bertanya langsung kepada pasangan mengenai apa yang membuatnya merasa dicintai adalah pendekatan yang jauh lebih efektif.
Kesimpulannya, pertanyaan mengenai siapa yang lebih menyukai aksi manis daripada kata-kata manis tidak memiliki jawaban yang pasti berdasarkan gender. Preferensi ini lebih ditentukan oleh kepribadian unik, latar belakang, dan "bahasa cinta" masing-masing individu. Daripada terjebak dalam generalisasi, fokus pada pemahaman dan pemenuhan kebutuhan emosional pasangan secara spesifik akan membangun fondasi hubungan yang lebih kuat dan memuaskan bagi kedua belah pihak.
Sumber: Who Favor Sweet Actions over Sweet Words More – Females or Males? (2025), Journal of Social Psychology & Communication Studies.